DINAMIKA
KURIKULUM : PESANTREN, SEKOLAH , MADRASAH
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen
Pendidikan Berbasis Pesantren, Madrasah dan Sekolah
Dosen Pengampu:
Dr. Imam Machali, M. Pd
Disusun oleh :
Rukhaini Fitri
Rahmawati (1220411251)
MKPI Mandiri-A
PROGAM STUDI
PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI
MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM
PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
DINAMIKA
KURIKULUM : PESANTREN, SEKOLAH , MADRASAH
A. PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan terdapat
beberapa komponen yang saling bersinergi agar mampu mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri. Semua
komponen mempunyai andil yang penting, tidak terkecuali kurikulum yang mana
dapat dikatakan penyangga utama dalam sebuah proses belajar mengajar. Beberapa
pakar bahkan mengatakan bahwa kurikulum merupakan jantung bagi pendidikan, baik
buruknya hasil pendidikan ditentukan oleh kurikulum, apakah mampu membangaun
kesadaran kritis terhadap peserta didik ataukah tidak.
Prof. Dr. S. Nasution. M. A. [1]
mengatakan bahwa masa depan bangsa terletak pada tangan kreatif generasi muda.
Mutu bangsa kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dinikmati anak-anak
saat ini, terutama dalam pendidikan formal yang diterima si bangku sekolah.
Jadi, barang siapa yang menguasai kurikulum maka ia memegang peran penting
dalam mengatur nasib bangsa dan negara ke depannya.Menengok betapa pentingnya
kurikulum bagi pendidikan, dapat dipahami bahwa kurikulum merupakan suatu hal
yang vital bagi pendidikan. Sehingga para guru dan pengajar harus memahami
kandungan kurikulum, karena telah jelas tujuan pendidikan terdapat dalam
kurikulum. Sehingga proses pendidikan dapat berlangsung dengan kondusif,
interaktif, efektif dan lancar.
Seiring berkembangnya zaman, tentu
saja perubahan tidak dapat dipungkiri pada berbagai hal, begitu pula dengan
kurikulum. Perubahan itu antara lain terjadi karena masyarakat tidak kunjung
puas dengan hasil pendidikan sekolah da selalu ingin memperbaikinya. Memang tak
mungkin menyusun suatu kurikulum yang baik serta mantap sepanjang masa. Suatu
kurikulum hanya baik untuk suatu masyarakat tertentu pada masa tertentu.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengubah masyarakat dan dengan
sendirinya kurikulum pun mau tidak mau harus disesuaikan dengan tuntutan zaman
tersebut.
B. PEMBAHASAN
1.
Sejarah
Pendidikan dan Kurikulum di Indonesia
Berbicara tentang kurikulum tak
terlepas dengan lembaga pendidikan yang mengimplementasikan kurikulum itu
sendiri. Sejarah pendidikan di Indonesia sendiri sedah dimulai jauh sebelum
Indonesia merdeka, yang mana dilakukan oleh lembaga pendidikan pesantren.
Kemudian setelah bangsa ini merdeka barulah Indonesia memiliki sekolah yang dikelola sendiri karena sebelum
kemerdekaan sistem persekolahan dikuasai oleh para penjajah. Sebelum masuk pada
pembahasan kurikulum, mari menilik sejarah pendidikan di Indonesia yang diawali
dengan munculnya Pesantren, sekolah dan madrasah.
Pesantren atau pusat pendidikan
islam kuat diduga berkaitan dengan kedatangan para musafir dan pedagang muslim
yang masuk lewat jalur perdagangan pada abad 7 M dan 8 M. Kemudian sejak abad
11 M Islam sudah masuk ke pulau-pulau di nusantara dan mulai Intensif menyebar
pada abad ke 13 sampai akhir abad 17 dan pada masa itu mulai berdiri
pusat-pusat kekuasaan Islam seperti di
Aceh, Demak, Giri, Ternate dan Goa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pesantren telah mulai dikenal di Indonesia[2].
Awalnya kurikulum pesantren
dilandaskan pada tingkat kemudahan dan kompleksitas kitab-kitab yang
dipelajari, mulai dari tingkat awal, menengah dan lanjut. Kemudian dalam
perkembangannya pesantren telah melakukan perubahan kurikulum dengan memasukkan
pendidikan umum dalam kurikulum pesantren.
Sekolah yang pertama didirikan di
Jakarta pada tahun 1617 pada masa VOC yang bertujuan untuk mencetak tenaga
kerja yang kompeten pada VOC[3]. Sistem
pendidikan sekolah ini di kuasai oleh penjajah, dan baru setelah merdeka
barulah Indonesia dapat mengelola sekolah sendiri. Sedangkan madrasah
berkembang di jawa mulai 1912. ada model madrasah pesantren NU dalam bentuk
Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Mualimin Wustha, dan Muallimin
Ulya ( mulai 1919), ada madrasah yang mengaprosiasi sistem pendidikan
belanda plus, seperti muhammadiyah ( 1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah,
Tsanawiyah, Muallimin, Mubalighin, dan Madrasah Diniyah. Ada juga model
AL-Irsyad ( 1913) yang mendirikan Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassus,
atau model Madrasah PUI di Jabar yang mengembangkan madrasah pertanian, itulah
singkat tentang sejarah madrasah di Indonesia[4].
Di Indonesia, istilah kurikulum
menjadi popular sejak tahun 1950, yang mana dikenalkan oleh sejumlah kalangan
pendidik lulusan Amerika Serikat. Sebelum mengenal istilah kurikulum,
pendidikan Insonesia lebih akrab dengan istilah rencana pembelajaran. Kurikulum sendiri mempunyai definisi yang berbeda-beda
hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandangdan latar belakang keilmuan para
ahli tersebut, sehingga semantik definisi yang dirumuskan akan berbeda meskipun
pada intinya terkandung maksud yang sama. Kurikulum sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu currere, yang mula-mula digunakan dalam bidang olah raga yang
berarti jarak tempuh lari. Dalam kegiatan berlari tentu saja ada jarak yang
harus ditempuh mulai dari start sampai
dengan finish, sama halnya dengan pendidikan ada awal dan akhir proses
pembelajaran. Atas dasar tersebut pengertian kurikulum diterapkan dalam bidang
pendidikan.
Secara terminologis istilah
kurikulum dalam pendidikan adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh
dan diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijasah. Pengertian
tersebut tergolong pengertian tradisional, dan dari pengertian tersebut dapat
kita amatai bahwa ada implikasi dari penegrtian tradisional tersebut.
a.
Kurikulum terdiri dari sejumlah
mata pelajaran
b.
Peserta didik harus mempelajari
dan menguasai seluruh mata pelajaran
c.
Mata pelajaran tersebut hanya
dipelajari di sekolah
d.
Tujuan akhir kurikulum adalah untuk
memperoleh ijazah
Definisi yang berbeda diungkapkan
oleh B. Othanel Smith, W.O Stanley dan J. Harlan Shores, mereka memandang
kurikulum sebagai “a sequence of potential
experiences set up in the school for the purpose of disciplining
children and youth in group ways of thinking and acting”. Hilda Taba
mendefinisiskan kurikulum sebagai a plan for learning. Sedangkan Edward
A. Krug menyatakan bahwa kurikulum dipandang sebagai cara dan upaya guna
mencapai tujuan pendidikan[5].
Dan masih banyak definisi-definisi lain yang diungkapkan oleh pakar pendidikan.
Dari beberapa definisi diatas,
dapat kita cermati bahwa pengertian tersebut berbeda dengan pengertian
kurikulum yang sebelumnya. Kurikulum tidak lagi diangap sebatas sekumpulan mata
pelajaran saja, sehingga pengertian ini sering kali disebut dengan pengertian
kurikulum secara modern. Agar lebih jelas perbedaan antara kurikulum
tradisional dan kurikulum modern perhatikan tabel dibawah ini.
Perbedaan
Kurikulum Tradisional dengan Kurikulum Modern[6]
Aspek-aspek
|
Kurikulum Tradisional
|
Kurikulum Modern
|
Orientasi
|
Masa lampau
|
Masa lampau, sekarang dan masa yang akan
datang
|
Dasar Falsafah
|
Tidak berdasarkan filsafat pendididkan yang
jelas
|
Berdasarkan filsafata pendidikan yang jelas
dan dapat diwujudkan dalam kegiatan konket
|
Tujuan Pendidikan
|
Mengutamakan pengetahuan
|
Mengembangkan keseluruhan pribadi peserta
didik secara utuh.
|
Organisasi Kurikulum
|
Berpusat pada mata pelajaran
|
Berpusat pada masalah atau topik di mana
peserta didik belajar mengalami sendiri secala langsung.
|
Sumber Belajar
|
Guru sebagai satu-satunya sumber belajar
|
Di samping guru, ada juga sumber belajar
yang lain, seperti pakar, kegiatan bahan alat dan perlengkapan, gedung dll
|
Strategi dan Pendekatan Pembelajaran
|
Cenderung hanya menggunakan strategi
ekspositori dengan pendekatan klasikal
|
Menggunakan multi strategi dan berbagai
pendekatan (individual, kelompok, dan klasikal)
|
Teknik Evaluasi
|
Teks sebagai satu-satunya teknik penilaian
|
Tidak hanya tes tetapi juga nontes
|
Peran Guru
|
Peran guru sangat terbatas dan bersifat
perorangan. Guru adalah cardinal faktor
|
Peran guru sangat luas dan bersifat kolektif
regional dengan tidak mengurangi kebebasan
guru. Guru harus aktif, kreatif, inovatif, konstruktif, adaptif dan
kondusif
|
2.
Dinamamika
Kurikulum Indonesia
Dalam sejarah pendidikan Indonesia,
pelaksanaan kurikulum dan proses pergantian sangatlah cepat, seakan-akan
semuanya harus mengikuti apa yang diinginkan penguasa yang sedang menjabat
ketika itu. Disadari atau tidak pergantian kurikulum yang sangt cepat bahkan
tidak mencapai 5 tahun, membuat pola belajar-mengajar menjadi tidak konsisten
terhadap satu kurikulum. Belum agi masalah sosialisasi, belum juga kurikulum
yang satu dipahami dan diterapkna secara sempurna sudah diganti kembali dengan
kurikulum yang baru.
Kebiasaan bogkar pasang kurikulum
ini juga menandakan bahwa perencannaan pembelajaran belum bisa terencana dengan
sedemikian cermat, dipraktikkan secara efisien dan efektif. Padahal anggaran
yang harus dikeluarkan untuk menyusun kurikulum membutuhkan dana yang tidak
sedikit, yang seharusnya para konseptor dan kreator benar-benar menyusun
kurikulum yang tidak asal jadi sehingga dapat digunakan untuk beberapa tahun
kedepannya. Jika penyusunan hanya asal jadi kemudian diterapkan dan jika tidak
cocok lagi segera dicopot dna dipasang dengan yang baru seolah-olah kegiatan
penrumusan kurikulum hanyalah kedok untuk
mengalirkan dana saja.
Bagan dibawah ini merupakan
gambaran kasar sejarah kurikulum di Indonesia.
a.
Kurikulum Rencana
Pelajaran (1947-1968)
Rencana
Pelajaran 1947
Kurikulum ini
merupakan kurikulum pertama yang lahir setelah masa kemerdekaan. Pada masa
tersebut masih menggunakan istilah leer plan ( bahasa belanda = rencana
pelajaran) ketimbang istilah kurikulum . rencana pelajaran ini berasaskan pada
Pancasila. Rencana pelajaran 1947 ini baru digunakan disekolah-sekolah pada
tahun 1950, yang mana dalam rencana pelajaran ini memuat dua hal pokok yaitu daftar mata pelajaran dan jam
pengajarannya serta garis-garis besar pengajaran (GBP).
Selain itu
rencana pelajaran ini belum difokuskan pada ranah kognitif namun ditujukan
untuk pendidikan watak dan perilaku,sehingga materinyapun meliputi kesadaran
bernegara dan bermasyarakat, materi juga dihubungkan dengan kegiatan
sehari-hari serta memberikan perhatian terhadap kesenian dan pendidikan
jasmani.
Rencana
Pelajaran Terurai 1952
Rencana
pelajarn 1947 kemudian disempurnakan menjadi rencana pelajaran terurai 1952. Pada
fase ini pendidikan sudah mulai menata tujuannya. Fokus rencana pelajarannya tidak
hanya pada pendidikan watak dan perilaku saja, aspek kognitif sudah muali
diperhatikan. Selain itu pengembanganya juga sudah mulai meluas atau pada saat
itu disebut dengan Pengembangan Pancawardhana yang mana mencakup daya cipta,
rasa, karsa, karya dan moral. Mata pelajaran pun sudah diklasifikasikan dalam
lima kelompok bidang studi yaitu:
1) Moral
2) Kecerdasan
3)
Emosional/artistik
4) Keprigelan
(keterampilan)
5) Jasmaniah.
Silabus
pembelajarannya juga sudah cukup jelas , seorang guru mengajar satu mata
pelajaran. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus
bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat
mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan.
Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
Kurikulum
Rencana Pendidikan 1964
Kurikulum ini
dirancang pada akhir era kekuasaan presiden Soekarno. Isu yang berkemabang pada
saat itu adalah bahwa pembelajaran akan dikonsep sedemikian rupa menjadi
pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif dan produktif. Sehingga para guru
diwajibkan unuk membimbing peserta didiknya agara mampu memecahkan persoalan /
problem solving. Cara belajar yang dijalankan dengan metode gotong royong
terpimpin. Selain itu pemerintah juga menerapkan hari sabtu sebagai hari krida
yang mana bertujuan untuk memberikan kebebasan pada siswa berlatih kegiatan di
bidang kebudayaan, kesenian, dan oleh raga sesuai dengan minat siswa.
Pada kurikulum
1964 ini terjadi perubahan pada penilain di rapor bagi kela 1 dan II, yang mana
semula menggunakan skoring 10-100 menjadi huruf A, B, C dan D.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968
dilahirkan oleh pemerintah dengan harapan dapat melakukan perbaikan dan
peningkatan mutu pendidikan karena kurikulum yang berlangsung sebelumnya
terkesan masih diwarnai oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang cenderung
mengkomodir sistem-sistem yang belum sejalan dengan jiwa UUD 45. Dalam
penerapannya, kurikulum 1968 diserahkan pada masing-masing sekolah atau guru,
kurikulum 1968 secara nasional hanya memuat tujuan materi, metodik dan
evaluasi. Hal ini berarti kurikulum 1968 telah dikembangkan dalam nuansa
otonomi.
b.
Kurikulum
Berorientasi Pencapaian Tujuan (1975-1994)
Kurikulum 1975
Setelah munculnya
keputusan MPR No. II/MPR/1973 maka muncullah kurikulum baru yang disusun oleh
pemerintah, yaitu kurikulum 1975 menggantikan kurikulum sebelumnya. Dalam
kurikulum ini, konsep pendidikan ditentukan dari pusat, sehingga para guru
tidak perlu berfikir untuk membuat konsep pembelajaran yang akan dilaksanakan. Selain
itu terdapat beberapa prinsip yang melandasi kurikulum ini diantaranya adalah:
1.
Berorientasi pada tujuan, maksudnya
pemerintah merumuskan tujuan-tujuan yang harus dikuasai oleh para siswa atau
yang lebih dikenal dengan khirarki
tujuan pendidikan yang meliputi tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan
instruksional khusus.
2.
Menganut pendekatan integrative
dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang
kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
3.
Menekankan kepada efisiensi dan
efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4.
Menganut pendekatan sistem instruksional yang
dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang
senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan
dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
5.
Dipengaruhi psikologi tingkah laku
dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (Drill).
Pembelajaran lebih banyak menggunaan teori Behaviorisme, yakni memandang
keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh lingkungan dengan stimulus dari
luar, dalam hal ini sekolah dan guru.
Kurikulum 1984
Seiring perkembangan
ilmu pengetahuan, menjelang tahun 1983 kurikulum 1975 dirasa tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat pada saat itu, sehingga pada tahun 1984 dibentuklah
kurikulum yang baru yaitu kurikulum 1984.Ciri kusus dari kurikulum ini terdapat
pada pendekatan pengajarannya yang berpusat pada adak didik melalui cara
belajar siswa aktif atau sering kita sebut dengan CBSA. Materi pelajaran juga
diberikan dengan konsep spiral yang artinya semakin tinggi kelas atau
jenjangnya semakin dalam dan luas pula materi pelajarannya. Selain itu metode
penyampain materi tidak hanya sekedar ceramah, metode praktik juga sudah mulai
digunakan agar pembelajaran lebih efektif dan efisien untuk mencapau tujuan
pelajaran.
Dalam
penyusunan kurikulum 1984 ini terdapat pula kebijakan yang diambil oleh
pemerintah diantaranya penambahan mata pelajran inti yang awalnya hanya
berjumlah 8 menjadi 16 mata pelajaran inti ditambah lagi penambahan pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusan
masing-masing. Hal ini berkaitan dengan perubahan yang dilakukan pada program
jurusan di SMA. Jika pada kurikulum 1975 terdapat 3 jurusan yaitu IPA, IPS,dan
Bahasa maka pada kurikulum 1984 ini jurusan dinyatakan dalam program A dan B.
Program A terdiri dari:
· A1, penekanan
pada mata pelajaran Fisika
· A2, penekanan
pada mata pelajaran Biologi
· A3, penekanan
pada mata pelajaran Ekonomi
· A4, penekanan
pada mata pelajaran Bahasa dan Budaya.
Sedangkan
program B adalah program yang mengarah kepada keterampilan kejuruan yang akan
dapat menerjunkan siswa langsung berkecimpung di masyarakat. Tetapi mengingat
program B memerlukan sarana sekolah yang
cukup maka program ini untuk sementara ditiadakan.
Kurikulum 1994
Kurikulum 1994
merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yang dimaksudkan untuk menjawab
kebutuhan-kebutuhan sosial di masa depan sehingga membutuhkan keahlian tertentu
sebagai bagian dari modal melakukan kehidupan secara mandiri. Sehingga
pendidikan diarahkan pada pembentukan karakter anak yang memiliki kemampuan
dasar siap bekerja dengan skill yang baik sehinggga bisa digunakan di
perusahaan –perusahaan atau pabrik-pabrik atau lebih tepatnya, pendidikan
bertujuan untuk memproduksi tenaga berpendidikan yang siap pakai.
Kurikulum 1994
dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari
sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang
pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi
kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Pembelajaran di sekolah menekankan pada materi
pelajaran yang cukup padat. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan
satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini
bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan
pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat
sekitar.
Pada
pelaksanaan kurikulum 1994, muncul beberapa persoalan yang dihadapi sehingga
pada mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut
dengan cara diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.
c.
Kurikulum
2004/ KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Kurikulum
Berbasis Kompetensi atau yang kebih sering kita kenal dengan KBK merupakan
sebuah konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan dan penguasaan
kompetensi bagi peserta didik melalui berbagai kegiatan dan pengalaman sesuai
dengan standar nasional pendidikan sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh
peserta didik, orang tua dan masyarakat, baik untuk melanjukan pendidikan yang
lebih tinggi, memasuki dunia kerja maupun sosialisasi dengan masyarakat[7]. KBK pada prinsipnya adalah menggeser
orientasi kurikulum dari yang berbasis content kepada orientasi kurikulum yang
berbasis pada kompetensi. Kurikulum lama yang berorientasi content mendorong
para pengajar utuk melakukan how to know dan what should be to know. Dengan demikian para tenaga pendidik lebih
tertuju agar para peserta didik dapat menguasai materi ataupun teori
dibandingkan praktek pada diri peserta didik. Berbeda dengan KBK yang mana
berorientasi pada kompetensi yang mana menuntut para pendidika tidak hanya
melakukan how to do dan what
to do sehingga para peserta didik
dapat “tahu apa” dan “melakukan apa”.
Kompetensi memiliki
landasan yang kuat yang mana dibangun diatas domain pengajaran yaitu kognitif,
efektif dan psikomotor. Sehingga jika siswa disebut “dapat menjelaskan” atau
dapat “melakukan” maka hal itu telah mendapat dukungan dari aspek kognitif,
afektif dan psikomotor. Maka dalam
proses KBK pendidik dituntut untuk dapat melakukan[8]:
ü How to know (
bagaimana membuat siswa memahami pengetahuan)
ü How to be
(bagaimana sesuatu yang dipelajari siswa menajadi bagian kepribadian siswa)
ü How to do
(bagaimana sesuatu yang dipelajari siswa menjadikannya dapat melakukan sesuatu)
Pengembangan
KBK sedikitnya mencakup tiga langkah kegiatan yaitu mengidentifikasikan
kompetensi mengembangkan struktur kurikulum, dan mendeskripsikan mata pelajaran[9].
d.
Kurikulum
2006/ KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Dalam Standar
Nasional Pendidik (SNP Pasal1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. penyususnan KTSP dilakukan
oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BNSP). KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan undang-Undang No 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1 dan 2 sebagai berikut[10]:
1)
Pengembangan kurikulum mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan yang mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
2)
Kurikulum pada semua jenjang dan
jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diverifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
KTSP resmi
diberlakukan secara nasional dengan terbitnya PP No. 19/2005 dan Pemdiknas No.
24/2006. Pengembangan kurikulum KTSP berpedoman pada standar kompetensi (SK),
kompetensi dasar (KD), standar isi (SI), dan standar kompetensi lulusan (SKL),
yang digunakan sebagai acuan pembelajaran di sekolah dengan menekankan
pencapain kemampuan minimal pada setiap tingkatan kelas dan pada akhir satuan
pendidikan[11].
Pada
prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun
pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah
itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan,
dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan SI dan SKL.Standar isi adalah ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan,
kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang memuat[12].
ü Kerangka dasar dan struktur kurikulum,
ü Beban belajar,
ü Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
ü Kalender pendidikan.
Standar
Kompetensi Lulusan satuan pendidikan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. SKL digunakan sebagai pedoman
penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.SKL
meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran[13].
Tujuan SKL pada setiap jenjang juga berbeda-beda disesuaikan dengan jenjangnya.
e.
Kurikulum 2013
Kurikulum ini
adalah kurrikulum terbaru yang mulai diterapkan pada tahun ajaran baru
2013-3014. Pengembangan Kurikulum 2013 ini diharapkan mampu menghasilkan insan
Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap,
ketrampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Adapun elemen yang berubah pada
kurikulum 2013 ini adalan pada standar kompetensi lulusan, standar proses,
stadar isi, dan standar penilaian. Kompetensi lulusan kurikulum ini adalah
adanya peningkatan dan keseimbangan antara soft skills dan hard skills yang
meliputi aspek kompetensi, sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Kompetensi yang
semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran
dikembangkan dari kompetensi.
Standar proses
yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi
dengan mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan dan
mencipta. Selain belajar juga tidak hanya terjadi di ruang kelas tetapi djuga
di lingkungan sekolah dan masyarakat. Pembelajaran sikap tidak hanya diajarkan
secara verbal, tetapi melalui cotoh dan teladan. Pembelajaran di sekolah dasar
dia jarkan secara tematik dan terpadu, di jenjang SMP mata pelajaran IPA dan
IPS masing-masing diajarkan secara terpadu. Untuk tingkat SMA terdapa mata
pelajaran wajib dan pilihan sesuai dengan bakat dan minatnya dan untuk SMK
sendiri kompetensi ketrampilan di sesuaikan dengan standar industri[14].
Kurikulum 2013
ini didorong oleh beberapa hasil study internasional tentang kemampuan peserta
didik Indonesia dalam kancah internasional. Hasil survei “ Trens In
International Math And Science” pada tahun 2007 yang dilakukan oleh Global
Institude, menunjukkan hanya 5% peserta didik Indonesia yang mampu mengerjakan
soal penalaran kategori tinggi, padahal peserta didik korea dapat mencapai 71%.
Sebaliknya 78% peserta didik Indonesia
dapat mengerjakan soal hafalan berkategori, sementara peserta didik korea hanya
10%. Dan beberapa penelitian lainnya juga menunjukkan hasil yang tidak
diharapkan. hal tersebut menunjukkan prestasi bangsa ini yang masih jauh
tertinggal dengan negara-negara lain sehingga membutuhkan perubahan dan
pengembangan kurikulum[15].
C. KESIMPULAN
Menyusun dan merumuskan kurikulum
memang bukan suatu perkara yang mudah. Terlebih lagi kurikulum adalah suatu
konsep yang harus mampu menjawab semua tantangan yang ada pada zaman dimana
kurikulum diterapkan, sedangkan jelas perubahan tidak mampu dihindari.
Perekembangan dan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi selain menyumbang
bagi kemajuan bangsa ternyata menyisihkan persoalan tersendiri yang cukup
kompleks bagi pendidikan.
Pengembangan kurikulum memang
sangat dibutuhakan, mengingat agar pendidikan mampu menjawab kebutuhan
masyarakat. Namun perlu diingat kembali bahwa tujuan pendidikan tidak akan
terwujud hanya dengan baik pada satu aspek kurikulum saja. Beberap aspek yang
mendukung juga harus diperhatikan seperti kualitas para pengajar, sarana
belajar- mengajar dan lain.lain. Namun jika kita tengok kembali, pergantian
kurikulum di Indonesia yang dapat dibilang cukup intens membuat munculnya suatu
anggapan bahwa setiap ganti penguasa ganti pula kurikulumnya mengikuti kehendak
para penguasnya. Sehingga belum juga satu kurikulum dilaksankan sepenuhnya
sudah berganti lagi dengan kurikulum baru. Dan disadari atau tidak yang menjadi
korban adalah para pelaku kurikulum sendiri yaitu pendidik dan para peserta
didik.
Sehingga dalam perumusan dan
pelaksanaan kurikulum tersebut, besar harapan agar kurilkum dapat tersusun
dengan sedemikian cermatnya sehingga mampu memprediksikan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat beberapa tahun kedepannya untuk menghindari terjadi bongkar pasang
kurikulum. Dalam pelaksanaannya dihararapkan pula kontrol yang berkelanjutan
sehingga dalam perjalanan kurikulum bisa sesuai dengan yang diharapkan. Dan
yang tidak boleh terlupa juga adalah transfer pemahaman akan kurikulum pada
para pendidik yang menjadi pelakunya, karena tidak sedikit pendidik yang belum
bisa memahami kurikulum yang berlaku dan yang sedang ia jalankan. Hal tersebut
bertujuan agar tujuan pendidikan dapat terwujud secara efektif, efisien dan
serempak di seluruh nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
Amirudin Nahrawi, Pembaharuan Pendidikan
Pesantren, Yogyakarta: Gama Media, 2008
BintiMaunah, Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi, Yogyakarta: Teras 2009
Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan
Madrasah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001.
http://marifudin.wordpress.com/2011/06/18/sejarah-madrasah-di-indonesia/.
Diakses tanggal 2 November
Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan,
Jakarta: Gaung Persada, 2010
Moh Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum
Pendidikan, Yogyakarta: Diva, 2009,
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008
Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi
Kurikulum 2013, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013.
Outline pdf, Unit-4 Sejarah Kurikulum di
Indonesia . hlm, 107
Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum
Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Magnum Pustaka: 2010.
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum ,Jakarta:
Bumi Aksara, 1995
www.youtube.com,
FATHONI RODLI - BMPS PUSAT - PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Zainal Arifin, Konsep dan Model
Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011.
[1]
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 1.
[2]
Amirudin Nahrawi, Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Yogyakarta: Gama
Media, 2008), hlm. 23.
[3]
Haidar Putra Daulay, Historitas dan
Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001),
hlm. 35
[4]
http://marifudin.wordpress.com/2011/06/18/sejarah-madrasah-di-indonesia/.
Diakses tanggal 2 November
[5]
Moh Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, (Yogyakarta: Diva,
2009), hlm. 24.
[6]
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2011, hlm. 5.
[7]
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan....., hlm. 152
[8]
Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaung
Persada, 2010), hlm. 113
[9]
BintiMaunah, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Yogyakarta:
Teras 2009), hlm. 56
[10]
Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2008), hlm. 20
[11]
Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta:
Magnum Pustaka: 2010), hlm. 27
[12]
Outline pdf, Unit-4 Sejarah Kurikulum di Indonesia . hlm, 107
[13]
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2008), hlm. 91
[14] www.youtube.com,
FATHONI RODLI - BMPS PUSAT - PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013 KEMDIKBUD. Diakses
tanggal 2 November 2013
[15]
MuLyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2013), hlm. 60.